Rabu, 17 September 2014

KEMATIAN DAN ALAM KUBUR

SETIAP PETIKAN AYAT (KEBAIKAN) DARI QUR'AN YANG KITA BACA DAN KEMUDIAN KITA AMALKAN
ITU IBARAT TEMAN ATAU SAUDARA DEKAT YANG AKAN MENYAMBUT DAN MEMBANTU KITA NANTI DI ALAM KEMATIAN

DI SAAT KITA MERASA SENDIRIAN DAN TIADA KAWAN
YANG JUGA MENJADI CAHAYA PENERANG DI SAAT KEGELAPAN YANG MENAKUTKAN
YANG AKAN MEMBELA KITA DARI SEGALA GANGGUAN DI ALAM KUBUR

SUNGGUH BERUNTUNG ORANG YANG TELAH MEMPUNYAI BANYAK TABUNGAN KEBAIKAN
IA TIDAK PERLU LAGI KAWATIR MENGHADAPI KEMATIAN DAN ALAM KUBUR

Rabu, 10 September 2014

INI PILIHAN HIDUP



Melalui ayat 27 surat Al Kahfi, Allah Swt memberi petunjuk dakwah kepada Rasulullah saw. Isinya tentang tiga kewajiban pokok, yaitu perintah menyampaikan Al Qur’an  kepada seluruh umat manusia, penegasan tidak ada seorangpun yang dapat mengubah kalimat-Nya, dan tidak akan menemukan tempat berlindung selain-Nya. 

Ayat tersebut semestinya menjadi dasar orientasi (itijah) setiap mukmin, apakah posisinya sebagai pemimpin atau pengikut, agar mereka tetap komit dan lurus (istiqomah) mengikuti perintah-perintahNya. Tidak berubah, terpengaruh, terinfiltrasi secara ideologi atau pemikiran. Tidak larut atau goyah disebabkan keadaan yang ada di sekelilingnya.

Di masa kini, model komunitas seperti yang digambarkan ayat di atas mungkin tidak relevan dengan kehidupan modern. Terutama oleh mereka yang tidak memahami pilihan hidup yang diambil komunitas yang berbeda dengan kaidah-kaidah modern itu. Maklum, mungkin karena terlalu banyak tantangan yang harus diambil oleh mereka yang berusaha istiqomah dengan pilihan hidup yang mereka yakini. Tapi, bagi mereka sendiri beratnya tantangan merupakan bagian dari pilihan hidup. 

Abbas As-Siisi--- seorang generasi awal yang masuk  barisan dakwah Ikhwanul Muslimin dan dibina langsung oleh Imam Hasan Al Banna--- mengatakan, “Kami takkan merasa lemah ketika kami datang untuk mengusung dakwah ini. Kami tidak menemui mereka hanya untuk memperkenalkan diri, agar kami memperoleh jabatan, popularitas, dan status sosial terpandang. Sejak dahulu, hingga kini, kami masih menyandang ‘pekerja dakwah’. Kami tidak melakukan pekerjaan ini untuk mendapatkan  bantuan pemerintah.”

As-Siisi melanjutkan, “Kami tidak membawa dakwah ini ke tengah mereka untuk meraih popularitas, kemasyuran, pangkat, harta serta gelar yang diselamatkan di pundak kami untuk dipertontonkan di setiap acara besar, sehingga setiap orang memandang wajah kami, serta media massa berduyun-duyun memotret kami. Bukan itu yang ingin kami capai. Dakwah yang kami lakukan adalah pilihan hidup. Kami persembahkan dakwah ini dengan kerelaan, meskipun kami sadar ini adalah beban yang sangat berat. Tapi, kami semua ihklas memikulnya, tanpa merasa letih dan  bosan, memasuki hari-hari panjang dalam tercapainya tujuan.”

Tokoh yang bergabung dengan jamaah Ikhwan di tahun 1936 ini, lalu menegaskan, “Betapa beratnya dalam menapaki jalan dakwah ini, kami meninggalkan keluarga menuju penjara atau diasingkan di pulau tak bertuan, dan akhirnya kami menemukan kematian di jalan Allah. Tapi semua ini teramat sedikit sebagai resiko perjuangan. Dakwah hanya akan menemui kegagalan, tanpa perngorbanan jiwa, darah dan air mata.”

Apabila dakwah ini menuntut haknya kepada kami dalam bentuk kesiapan mengorbankan segala hal yang kami miliki, murah atau mahal, beresiko atau tidak--- demi kemenangan dakwah ini--- kami akan senantiasa siap untuk melakukannya. Walaupun itu harus ditebus dengan nyawa. Sebagaimana dikatakan oleh seorang mujahid dakwah, ‘Kembali kepada Allah tanpa bekal sedikitpun.’ Di atas prinsip itulah kami berjalan dan berjuang untuk mendapatkan kemenangan.”


Syeikh Ahmad Yasin dan Syeikh Abdul Aziz Ar Rantisi hanyalah pribadi-pribadi yang mengikuti jejak pendahulunya. Menemui kematian melalui cara yang terhormat dan mulia. Imam Hasan al Banna menemui kematiannya dengan tembakan senjata kaki tangan Farouk. Sayyid Quth, Ali Audah, Kamaluddin Assananiri, dan generasi-generasi berikutnya juga menjemput kematian dengan cara yang terhormat dan mulia. Semua melangkahkan kakinya menuju jalan yang hendak dicapai: kemuliaan, kehormatan, dan  keridhaan-Nya.

Di masa kin, Gerakan Hamas dan para tokohnya menjadi model aplikasi  (tanfidz) dakwah Ihkwan. Dimana nilai-nilai yang menjadi dasar Jamaah Ikhwan yang tertuang dalam sepuluh arkanul ba’lah, betul-betul diwujudkan. Pemahaman, keikhlasan, amal, tajarrud, tadhhiah, ukhuwah, sabar, tsabat, dan jihad, semua tercermin dalam perilaku hidup mereka.

Ayat 28 surah Al Kahfi melukiskan dengan sangat jelas pesan Allah ta’ala, “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari merka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

Hendaknya kemana kita melangkahkan kaki ini? Akankah kekuasaan, pangkat, kemegahan, dan harta memalingkan wajah kita dari bersama-sama orang beriman? Sementara kita tahu betul bahwa kebanyakan manusia berebut kekuasaan hanyalah diabdikan kepada kemegahan dirinya sendiri. Kekuasaan yang dimiliki bukan diabdikan untuk kebaikan dan kepentingan orang banyak.

Yang pasti, semua pilihan akan menentukan akhir perjalanan hidup seseorang. Apakah ia akan menemui kematian secara terhormat atau hanya sebagai seorang pecundang yang tak bermakna sekali. Wallahu’alam.


****Sumber : Majalah SAKSI No 16 Tahun VII