Jumat, 13 September 2013

MENGHADAPI MUSIBAH

Tidak ada yang menolak jika Allah membuat keputusan baginya. Tidak kita, tidak pula mereka yang telah disana. Siapapun. Hamba-hamba shalih, atau manusia-manusia ingkar seperti Fir’aun masa lalu, atau yang mirip dengannya di masa kini. Kesombongan mereka tidak akan mampu melawan kehendak Sang Maha Berkehendak.

Padahal, tidak semua keputusan Allah itu terasa manis dan lezat. Kita ingini dan harapkan. Ada pula yang pahit dan menyakitkan, yang karenanya kita selalu berusaha menghindar. Tetapi pula, siapa yang bisa memilih, jika Allah telah memilihkan baginya, termasuk apa yang kita sebut musibah?

Persoalannya adalah tinggal bagaimana kita menghadapi musibah itu. Menata hati dan pikiran agar tidak berubah menjadi lebih terasa menyakitkan. Sebab hatilah tempat dimana logika bisa dijungkirbalikkan. Jika hati menolak sesuatu, hal yang mestinya lezatpun terasa menyakitkan. Pun demikian halnya jika hati telah ridha terhadap sesuatu, hal yang tampak pahit bisa saja menjadi pemanis dan lezat.

Maka ucapan mengaggumkan semisal “Alhamdullilah”, bisa saja terlontar dari lisan hamba yang tertimpa musibah. Dia meyakini Allah menginginkan dirinya menjadi hamba pilihan. Dan tidak ada alasan baginya untuk merasa susah.

Karena musibah yang kita hadapi, hakikatnya merupakan pilihan dan keridhaan Allah bagi kita. Ialah kesempatan kita memenuhi hak Allah di dalam musibah itu. Berupa kesabaran, keridhaan, pujian dan isirtja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un). Ia adalah kesempatan mendapatkan tambahan pahala dan terhapusnya dosa-dosa.

Kesempatan untuk berintropeksi diri atas kesalahan yang pernah kita perbuat, menyegerakan taubat dan segera memperbaiki diri. Atau kesempatan meraih derajat lebih tinggi di sisi-Nya.

Maka, musibah adalah obat mujarab yang akan berakhir dengan kesembuhan, keselamatan dan kesenangan hati, yang hanya bisa diraih dengan bersabar kala dia datang, jika kita bisa mengambil manfaat darinya. Namun jika tidak petaka telah dimulakan.

Di tengah keyakinan bahwa apa yang terjadi adalah rahasia Ilahi yang tidak akan pernah kita mengerti hakikatnya, musibah bisa saja membawa banyak berkah. Bukankah apa yang kita cintai bisa saja menjadi wasilah menghancurkan diri, sedang apa yang tidak kita suka bisa saja membawa kebaikan yang banyak? Kita tidak pernah mengerti.

Maka, kalau kita meyakini bahwa Allah tidak akan membebani kita diluar kesanggupan kita memikulnya, kenapa kita harus melarikan diri? Padahal tidak ada jalan keluar kecuali kepada Allah kembali! Wallahu A’lam.

Sumber :

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM untuk SMA-Kelas 1 –Semester 1; DRS .H ABU AHMADI, DRS. JUMARI ISMANTO, DRS. HMA. ABD. ROHMAN; Penerbit: CV. TOHA PUTRA SEMARANG


Tidak ada komentar:

Posting Komentar