Minggu, 30 Oktober 2016

UMAR



Setelah shalat di masjid selesai, kadang ada anak kecil yang menyalami jamaah satu persatu. Saat itu kadang saya merasa terganggu, karena saat itu pandangan saya tertuju pada anak itu. Dzikir saya hentikan sesaat.

Tetapi ini pemandangan yang sangat menyenangkan. Jadi saya menikmatinya. Anak kecil itu berani dan lucu. Tidak setiap anak kecil bisa seperti itu. Ia mendatangi para orang tua (bapak) dan mengajaknya untuk salaman. Bukan hanya salaman, ia juga mencium tangan atau menempelkan tangan di dahinya.

Kadang anak itu harus bersabar karena menunggu agak lama. Orang yang diajak salaman sedang menunduk atau memejamkan mata. Anak itu lalu memanggil namanya. Waktu giliran ke kakeknya yang duduk di sebelah saya, ia memanggil, "Abah!" Kakeknya itu tidak tahu kehadiran cucunya di depannya. Kakeknya itu sedang memejamkan mata. Setelah tersentak (mengetahui) lalu menyalami cucunya. Anak itu lalu berpindah ke bapak yang lainnya.

Setelah semua orang selesai disalami, anak itu langsung berlari keluar dari masjid. Ia pulang bersama teman-temannya yang sudah menunggu di luar. Dari sekian anak yang hadir, hanya anak itu yang melakukannya. Di tempat lain saya pernah melihat juga anak yang lebih kecil. Jalannya masih tertatih, mungkin usianya sekitar 2-3 tahun. Tetapi anak ini sudah besar, sepertinya sudah sekolah TK.

Saat pulang shalat isya' tadi malam saya melihat anak itu sedang berusaha masuk rumah kakeknya yang berdekatan dengan rumah tempat saya tinggal. Bapaknya menunggu dari kejauhan (perempatan), jaraknya sekitar 20m.

Rumah kakeknya (Pak RW) itu pagarnya sulit dibuka. Anak itu kesulitan untuk membukanya. Ia tidak bisa meraih pengaitnya. Lalu saya dekati anak itu. Saya bertanya, "Dhik, mau dibantu nggak?" Anak itu tetap diam, tetapi ia terus berusaha membuka pengaitnya. Saya memperhatikan bapak dari anak itu yang melihat kami.Saya ulangi pertanyaan saya, "Dhik, mau dibantu nggak?" Anak itu tidak menjawab pertanyaan saya. Ia terus berusaha membuka pengait pintu pagar.

Lalu saya mencoba membuka pengait pintu di bagian atas. Saya sudah berhasil membuka pengaitnya, tetapi pagar masih juga tidak bisa dibuka. Saya mulai agak tertekan. Jangan-jangan dikunci. Lalu saya lihat di bagian bawah pagar. Ternyata ada pengaitnya juga. Saya membuka pengait itu. Akhirnya pintu pagar bisa dibuka. Anak itu masuk ke dalam rumah kakeknya.

Saya memperhatikan bapak anak itu berjalan mendekat dari perempatan. Tetapi saya tidak tahu apakah ia juga masuk ke rumah Pak RW. Saya langsung pulang.

Setelah membantu anak kecil itu saya teringat pada masa kecil saya yang telah berlalu. Saya pernah menangis di samping rumah karena tidak dibukakan pintu. Saat itu di malam hari, saya bermain dan pulangnya tengah malam. Lalu tetangga --Pakdhe Mangun (Semoga Allah mengasihinya) mendatangiku. Ia memintaku untuk tidur di rumahnya. Saya ikuti sarannya. Saya tidur di rumah tetangga saya itu sampai pagi.

Pernah saya mencari rapak (daun tebu yang sudah kering) dengan sepeda. Karena berat dan jalannya berlumpur saya kesulitan. Sepeda saya tidak mau jalan, penuh lumpur. Saat itu saya menangis. Lalu datang seorang bapak membantu saya. Yang saya tahu ia berasal dari desa tetangga. Sampai sekarang saya masih ingat orangnya ketika bertemu. Tetapi saya tidak pernah tahu namanya. Jarang sekali saya bertemu dengannya apalagi bicara.

Kembali ke anak itu. Anaknya paling aktif dibanding anak yang lainnya. Belakangan saya tahu, anak kecil itu bernama, "Umar." Saya teringat nama sahabat Rasulullah SAW, namanya Umar bin Khattab RA. Saya membayangkan ada sifat beliau yang ada pada anak itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar